Roemah Az Zahra on Facebook

Assalamualaikum Bunda n’ Sista …. Selamat Datang di blog Roemah Az Zahra …. Happy Shopping ….

Jumat, 12 Desember 2014

Pakaian Istri, Kemuliaan Suami

Saya memiliki seorang teman yang terbiasa menjadikan istrinya sebagai bahan lelucon. “Bawel banget, lu! Kayak bini gue!” Katanya suatu hari. Di lain kesempatan, dengan bangga dia menghina istrinya sendiri dan menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu, katanya, “Gendut-gendut gitu juga bini gue! Gue tidur nggak perlu nyari kasur!”
Ungkapan-ungkapan semacam itu biasa terdengar di keseharian. Para suami, atau mungkin juga istri, dengan enteng menyepelekan pasangan masing-masing di hadapan orang lain. Menyebutnya ‘kampungan’, ‘matre’, ‘letoy’, ‘lemot’ atau sebutan-sebutan lain yang bernada merendahkan. Saya pikir ini bukan tentang selera humor. Ini tentang sebuah cara pandang.
Suatu hari saya pernah menulis sebuah status di Facebook, menceritakan teman saya lainnya yang mengejek selera fashion istrinya sendiri. “Selera istriku payah banget!” Umpatnya. Tak cukup sampai di situ, teman saya masih memperpanjang keluhannya, seolah memberi pembenaran, “Maklum, orang kampung!” Ujarnya.
Apa yang aneh dari peristiwa itu? Tampaknya memang sederhana saja, sebagaimana ia lazim terjadi di keseharian. Tetapi kadang-kadang kita gagal mengambil ‘sudut pandang’ mengapa pernyataan-pernyataan semacam itu tidak seharusnya diucapkan seorang suami untuk istrinya—begitu juga sebaliknya. Tentu saja ini soal cara pandang. Ihwal ‘selera yang buruk’, memberitahu kita sesuatu yang penting: Suami yang menjelekkan selera istrinya lupa bahwa ia juga bagian dari selera sang istri. Begitu juga sebaliknya, istri yang menertawakan selera suaminya sebenarnya sedang menertawakan dirinya sendiri, karena ia juga bagian dari ‘selera suaminya yang buruk’ itu. Masuk akal, kan?
Sampai di sini, menghargai pasangan adalah juga soal menghargai diri sendiri. Maka memuliakan dan membahagiakan pasangan juga sebenarnya merupakan upaya untuk memantaskan diri menjadi seseorang yang mulia dan bahagia. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 187 memberi amsal menarik soal kedudukan suami di hadapan istrinya serta kedudukan istri di hadapan suaminya, “…Istri-istrimu adalah pakaian bagi kamu sekalian, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.”
Banyak dari kita memahami ‘pakaian’ sebatas penutup tubuh, kain yang membungkus aurat dan melindungi kulit dari panas dan dingin. Tetapi jarang sekali yang melihat ‘pakaian’ suami bagi istrinya, juga sebaliknya, sebagai lambang harga diri dan kemuliaan. Saya ingat suatu ketika Emha Ainun Nadjib pernah menjelaskan pakaian sebagai ‘akhlak’ atau ‘kemuliaan’ manusia yang membedakannya dari binatang. Kata Cak Nun, “Kalau engkau tidak percaya, berdirilah di depan pasar dan copotlah pakaianmu, maka engkau [akan] kehilangan segala macam harkatmu sebagai manusia. Pakaianlah yang membuat manusia bernama manusia. Pakaian adalah pegangan nilai, landasan moral, dan sistem nilai.”
Jika istri adalah pakaian suaminya dan suami adalah pakaian istrinya, maka masing-masing mereka adalah lambang kemuliaan bagi yang lainnya. Akhlak suami tercermin dari kualitas individu seorang istri dan kemuliaan seorang istri tercermin dari perilaku, kata-kata, dan integritas suaminya. Pada titik ini, kita jadi paham, kan, mengapa istri perlu berbakti pada suami dan suami perlu memuliakan istrinya? Sebab suami yang merendahkan istrinya adalah laki-laki yang mengoyak-ngoyak pakaiannya sendiri… dan istri yang tak setia dan tak berbakti pada suaminya adalah perempuan yang menelanjangi kemuliaan sekaligus harga dirinya sendiri.
Kembali pada kasus teman saya. Lantas, apakah mengolok-olok istri di hadapan orang lain adalah perkara sepele dan urusan ‘selera humor’ belaka? Seorang laki-laki yang merobek-robek pakaiannya sendiri di depan umum, membiarkan dirinya telanjang dan kehilangan harga diri, hanya patut dikasihani!
Jadi, ini memang soal cara pandang. Sungguh aneh jika para suami ingin dipandang terhormat di hadapan teman-teman dan koleganya, tetapi tak pernah merawat dan menghias ‘pakaian’-nya. Betapa mengherankan jika para istri ingin tampil cantik dihadapan siapa saja, tetapi pada saat bersamaan tidak memedulikan ‘pakaian’ mereka sendiri.
Akhirnya, sangat masuk akal jika di bagian lain Al-Quran mengatakan bahwa laki-laki yang baik diperuntukkan untuk perempuan yang baik dan perempuan terbaik hanya dipersiapkan untuk laki-laki terbaik. Mereka akan saling merawat ‘pakaian’ masing-masing dengan berakhlak baik pada satu sama lainnya. Selayaknya pakaian yang menunjukkan kemuliaan, ia bukan sekadar melekat pada kulit, tetapi melindungi dari cuaca buruk, menutupi aib pada tubuh, menghiasi diri di hadapan tatap mata dunia.
Barangkali inilah saatnya memuliakan pasangan kita, seperti diri yang setiap hari bersolek menjelang pesta… mengenakan pakaian terbaik yang kita punya, berjalan dengan hati-hati menghindari apapun saja yang bisa mengotorinya, menjaganya, merawatnya, membanggakannya. Mulailah dari yang paling sederhana, tersenyumlah pada istri atau suami Anda, sekarang atau sebentar lagi… tatap mereka dengan rasa bangga, sesekali puji mereka. Jika mereka sedang tak di dekat Anda, ambil kamera dan berfotolah. Di antara hal-hal istimewa dalam rumah tangga adalah saat seorang istri tersenyum tulus di hadapan suaminya.
Selamat mengenakan pakaian kemuliaan Anda masing-masing

Jumat, 28 November 2014

Miskin Tak Harus Mengemis

Assalamualaikum bunda ... cerita yang satu ini kami ambil dari salah satu tulisan di FB teman kami. Selamat membaca yach ... Semoga dapat menginspirasi kita semua ...

Hari ini sesosok wanita tua mengetuk pintu kaca toko saya:
"Bu... beli kue saya... belum laku satupun... kalau saya sudah ada yang laku, saya enggak berani ketuk kaca toko Ibu... "
Saya persilakan dia masuk dan duduk. Segelas air dan beberapa butir kurma saya sajikan untuknya.
"Ibu bawa kue apa?" tanya saya.
"Gemblong, getuk, bintul, gembleng Bu" jawabnya.
Saya tersenyum dan berkata: "Saya nanti beli kue ibu... tapi Ibu duduk dulu, minum dulu, istirahat dulu".
"Muka Ibu sudah pucat"

Dia mengangguk dan melanjutkan bicara:"Kepala saya sakit Bu.. pusing, tapi harus cari uang. Anak saya sakit, suami saya sakit, di rumah hari ini beras udah gak ada sama sekali. Makanya saya paksa jualan", katanya sambil memegang keningnya.
Air matanya mulai jatuh. Saya cuma bisa memberinya sehelai tisu dan dia melanjutkan bicara: "Sekarang makan makin susah, Bu. Kemarin saja beras gak kebeli, apalagi sekarang. Katanya bensin naik. Apa-apa serba naik. Saya udah 3 bulan saya cuma bisa bikin bubur. Kalau masak nasi gak cukup. Hari ini jualan
belum laku, nawarin orang katanya gak jajan dulu. Apa-apa pada mahal. Katanya uang belanjanya pada enggak cukup". "Anak ibu sakit apa?" saya bertanya.
"Nggak tau ibu, batuknya berdarah", saya terpana.
"Ibu.. Ibu harus bawa anak Ibu ke puskesmas, kan ada BPJS?"
Dia cuma tertunduk, lalu melanjutkan bicara: "Saya bawa anak saya pakai apa Bu? gendong gak kuat, jalannya jauh, naik ojek gak punya uang"
"Ini kue Ibu bikin sendiri?" tanya saya.
"Enggak Bu, ini saya ngambil ke orang", jawabnya.
"Terus Ibu penghasilannya dari sini saja?" dia mengangguk lemah.
"Berapa Ibu dapet setiap hari?"
"Nggak pasti Bu, ini kue untungnya 100-300 perak, bisa dapet 4 ribu -12 ribu paling banyak." jawabnya.
Kali ini air mata saya yang mulai mengalir.
"Ibu pulang jam berapa jualan?"
"Jam 2.
Saya gak bisa lama-lama Bu, soalnya uangnya buat beli beras. Suami sama anak saya belum makan. Saya gak mau minta-minta, saya gak mau nyusahin orang."
Lalu kata saya: "Ibu, kue-kue ini tolong Ibu bagi-bagi di jalan. Ini buat beli beras buat 1 bulan, ini buat 10x bulak balik naik ojek bawa anak Ibu berobat. Ini buat modal Ibu jualan sendiri. Ibu sekarang pulang saja. Bawa kurma ini buat pengganjal lapar". Ibu itu menangis. Dia pindah dari kursi ke lantai, dia bersujud. Tak
sepatah katapun keluar, lalu dia kembalikan uang saya.
"Kalau Ibu mau beli. Belilah kue saya. Tapi selebihnya enggak bu. Saya malu."
Saya pegang erat tangannya. "Ibu... ini bukan buat Ibu. Tapi buat Ibu saya. Saya melakukan bakti ini
untuk Ibu saya, agar dia merasa tidak sia-sia membesarkan dan mendidik saya. Tolong diterima". Saya bawa keranjang jualannya. Saat itu saya memegang lengannya dan saya menyadari dia demam tinggi.
"Ibu pulang ya..."
Dia cuma bercucuran airmata lalu memeluk saya dan berkata "Bu.. Saya gak mau kesini lagi. Saya malu. Ibu gak doyan kue jualan saya. Ibu cuma kasihan sama saya... saya malu....".
Saya cuma bisa tersenyum dan berkata "Ibu... Saya doyan kue jualan ibu, tapi saya sedang kenyang.
Sementara di luar pasti banyak yang lapar dan belum tentu punya makanan.
Sekarang Ibu pulang yaa..."
Saya bimbing dia menyeberang jalan, lalu saya naikkan angkot. Dia terus berurai air mata... Lalu saya masuk lagi ke toko, membuka-buka FB saya dan membaca status orang-orang berduit yang menjijikan.

Kamis, 30 Oktober 2014

Makan Malam Terakhir Bersama Ibu

Ada banyak catatan yang mesti diperhatikan oleh seorang anak selepas menikah. Baik ia sebagai anak perempuan maupun laki-laki. Khusus bagi laki-laki, ada penekanan dalam hal ini. Sebab, hingga kapan pun, surga bagi seorang anak letaknya ada pada kaki ibunda.
Selain itu, selepas menikah, bakti seorang anak sama sekali tak otomatis terputus dengan alasan telah memiliki keluarga sendiri. Dalam hal ini, penting kiranya bagi kedua pasangan dan keluarga terdekat untuk saling mengingatkan.
Jangan sampai kisah ini terjadi antara diri dan ibu kita. Sebuah kisah haru nan memilukan ini, patut dijadikan cermin bagi kehidupan kita; sebagai anak maupun orangtua.
Sebutlah namanya Fulan. Sudah 21 tahun ia menikah dengan seorang wanita bernama Fulanah. Tepat di usia ke 21 pernikahannya, sang istri bertanya menawarkan, “Mas, tak berkenankah kau makan malam bersama seorang wanita?” Sang suami yang memang tak memiliki saudara dan anak wanita itu bertanya kebingungan, “Maksudmu?”
Lantas dijelaskanlah oleh sang istri, “Esok, keluarlah untuk makan malam bersama ibu.” Aduhai, rupanya Fulan ini amat sibuk mengurusi keluarga, pekerjaan dan kehidupannya. Lanjut Fulanah, “Sudah 21 tahun –sejak menikah denganku- kau tak pernah makan malam bersama ibu,” katanya menerangkan, “Teleponlah beliau, ajaklah makan malam. Beliau pasti amat mendambakan kebersamaan denganmu.”
Segeralah Fulan menelepon sang ibu. Dalam perbincangan udara itu, disampaikanlah maksudnya. Sang ibu yang telah lama menjanda dan hidup bersama keluarga lainnya itu amat sumringah mendengar ajakan itu. Meskipun, ada rasa tak percaya akan ajakan mengagetkan dari anak yang amat disayanginya. Pasalnya, masa 21 tahun bukanlah bilangan waktu yang sebentar.
Hari yang direncanakan pun menyapa. Fulan menuju rumah ibunya. Sesampainya di depan rumah sang ibu, sosok janda yang sudah lama mendambakan kebersamaan bersama anaknya itu tengah menunggu, tepat di rahang pintu. Tak ingin diketahui oleh saudaranya yang lain, sang ibu langsung menyambut, menghampiri dan bergegas masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, terjadilah perbincangan kecil antara keduanya. Tentang rumah makan dan menu terbaik yang hendak mereka tuju dan santap malam ini. Tak lama, tibalah mereka di tempat makan terbaik di kota itu.
Lamat-lamat, sang anak memerhatikan pakaian yang dikenakan oleh ibunya. Agak sempit. Rupanya, itu adalah pakaian terakhir yang diberikan oleh almarhum suaminya. Duhai, sang anak ini sampai lupa membelikan pakaian untuk ibunya.
Maka datanglah pelayan pembawa menu. Disodorkanlah daftar makanan yang hendak dipesan. Ternyata, sang ibu sudah tak kuasa membaca. Dengan senyum, Fulan menawarkan, “Aku bacakan menunya. Tunjuk saja menu apa yang Ibu kehendaki.”
Lantas dipesanlah aneka jenis makanan yang dihidangkan, tak lama kemdian.
Bersebab bahagianya yang memuncak lantaran diajak makan malam oleh anak kesayangannya, selera makan sang ibu tenggelam seketika. Sama sekali tak berminat untuk mencicipi, apalagi melahapnya. Sosok yang sudah hampir terbenam masa hidupnya itu hanya memerhaikan anaknya, dengan cinta dan rindu yang kian bertambah.
Di tengah menikmati menu makan malamnya, Fulan berkata, “Bu, ini yang pertama sejak 21 tahun yang lalu. Maafkan anakmu ini. Esok kita akan makan malam lagi untuk yang kedua.”
Mendengar kalimat itu, mata sang ibu berbinar sumringah. Binar bahagia itu semakin bertambah hingga kedua insan itu pulang. Sang anak mengantarkan ibunya ke kediamannya, sementara ia kembali ke rumahnya.
Waktu-waktu selepas itu, adalah waktu menuggu nan membahagiakan bagi sang ibu. Ditungguilah ponselnya guna berharap panggilan dari anaknya. Sementara itu, di belahan tempat lain, sang anak tetap sibuk dengan dunia, pekerjaan dan kehidupannya. Ia, benar-benar lupa dengan janji yang diungkapkannya sendiri.
Lantaran usia yang menua, sang ibu pun sakit. Makin hari, bertambah parah sakitnya. Alasan sibuk pun membuat Fulan tak kunjung membesuk ibunya. Hingga akhirnya, wanita berhati lembut itu wafat sebelum sang anak sempat menjenguknya.
Proses pemakaman pun berlangsung dengan lancar. Ada haru nan pilu yang menelisik ke dalam hati Fulan. Perasaan bersalah selalu datang belakangan. Andai perasaan itu bisa datang lebih dulu, mungkin saja ia akan bisa menebus dosanya.
Lepas pulang dari pemakaman, ponselnya bergetar. Diangkatklah oleh si Fulan. Tertera dalam layar, pemanggil adalah ruma makan tempat ia dan ibunya makan malam tempo hari. “Halo, Pak Fulan,” ucap suara dari seberang. Lepas disahut, penelepon melanjutkan, “Maaf, Pak. Dalam catatan kasir kami, bapak telah memesan tempat makan malam untuk dua orang. Tagihannya suda dibayar oleh Ibu anda.”
Entahlah apa yang dirasa olehnya. Tanpa penutup, dimatikanlah ponselnya sembari bergegas menuju rumah makan tersebut. Sesampainya di sana, sang kasir menyerahkan sebuah pesan tertulis tangan. Dari sang ibu. Tertera di dalamnya, “Nak, aku mengerti. Malam ini adalah makan malam terakhir kita. Meski kau sampaikan akan ada yang kedua, aku tak terlalu yakin. Maka, makanlah bersama istrimu. Aku sudah membayarnya untumu dengan uang Ibu.”
“Ibu, Ibu, Ibu,” demkianlah pesan Rasulullah Saw. Sosok mulia itu harus didahulukan dari sosok bapak. Sosok ibu adalah mutiara kebaikan nan tak tergantikan. Selalu ada mutiara yang bisa digali darinya. Pasti ada hikmah dari wanita yang mungkin saja, sudah kita sia-siakan sejak lama.
Rabbi, ampuni dosa kami, dosa bapak dan ibu kami. Sayangilah keduanya, sebagaimana mereka menyayangi kami di masa belia.

Rabu, 24 September 2014

Mengapa Keajaiban Shalat Dhuha Memperlancar Rezeki?

Banyak Muslim yang meyakini bahwa salah satu keajaiban shalat Dhuha adalah memperlancar rezeki. Lebih dari itu, banyak pula Muslim yang telah membuktikan bahwa setelah rutin mengerjakan shalat Dhuha, rezekinya menjadi lebih lancar.

Mengapa demikian? Mari kita perhatikan hadits-hadits yang mengaitkan shalat Dhuha dengan rezeki berikut ini:


يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Setiap pagi, setiap ruas anggota badan kalian wajib dikeluarkan shadaqahnya. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, dan melarang berbuat munkar adalah shadaqah. Semua itu dapat diganti dengan shalat dhuha dua rakaat.” (HR. Muslim)

فِى الإِنْسَانِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلاً فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ. قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
“Di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enam puluh sendi, yang seluruhnya harus dikeluarkan shadaqahnya.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah yang mampu melakukan itu wahai Nabiyullah?” Beliau menjawab, “Engkau membersihkan dahak yang ada di dalam masjid adalah shadaqah, engkau menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan adalah shadaqah. Maka jika engkau tidak menemukannya (shadaqah sebanyak itu), maka dua raka’at Dhuha sudah mencukupimu.” (HR. Abu Dawud)

Dalam dua hadits ini dan hadits-hadits lain yang senada, Shalat Dhuha bernilai sedekah. Bukan sembarang sedekah, tetapi 360 sedekah. Sedangkan tiap sedekah akan dilipatgandakan oleh Allah. Subhanallah.

Berikutnya, dalam hadits Qudsi Allah berfirman akan menjamin rezeki hamba-hambaNya yang menjaga shalat Dhuha.

يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُعْجِزْنِى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِى أَوَّلِ نَهَارِكَ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)

Ketiga, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan derajatnya hasan shahih menurut Syaikh Al Albani.

بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَرِيَّةً فَغَنِمُوا وَأَسْرَعُوا الرَّجْعَةَ فَتَحَدَّثَ النَّاسُ بِقُرْبِ مَغْزَاهُمْ وَكَثْرَةِ غَنِيمَتِهِمْ وَسُرْعَةِ رَجْعَتِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَقْرَبَ مِنْهُ مَغْزًى وَأَكْثَرَ غَنِيمَةً وَأَوْشَكَ رَجْعَةً مَنْ تَوَضَّأَ ثُمَّ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لِسُبْحَةِ الضُّحَى فَهُوَ أَقْرَبُ مَغْزًى وَأَكْثَرُ غَنِيمَةً وَأَوْشَكُ رَجْعَةً
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirimkan sepasukan tentara, lalu mereka berhasil memperoleh harta rampasan perang yang banyak dan bergegas pulang. Kesuksesan perang, harta rampasan yang banyak dan pasukan kembali dengan selamat menjadi buah bibir di masyarakat. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang lebih banyak memperoleh harta rampasan, bahkan keberhasilannya lebih cepat dibandingkan pasukan tentara itu? Hendaklah seseorang berwudhu lalu pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat Dhuha. Maka orang itulah yang lebih cepat memenangkan peperangan, lebih banyak meraih harta rampasan dan lebih segera meraih kesuksesan.” (HR. Ahmad; hasan shahih)

Jika pada hadits-hadits sebelumnya shalat Dhuha dikaitkan dengan sedekah dan rezeki, pada hadits ini shalat Dhuha bahkan membuat orang yang mengerjakannya dapat meraih kesuksesan dengan segera. Subhanallah, demikianlah keajaiban shalat dhuha. Wallahu a’lam bish shawab.

Selasa, 26 Agustus 2014

Shalatlah Tepat Waktu.

Seorang suami bertanya pada istrinya : " Sudah shalat ashar ? " ... " belum " jawab istrinya pendek.
Suami bertanya lagi : " kok belum shalat , mengapa ?" ... ketus istrinya menjawab : " aku baru saja pulang, capek sekali dan aku ketiduran sebentar tadi " ...
suaminya menimpali : " baiklah ... bangun dan shalatlah ashar dan maghrib sekaligus, sebentar lagi sudah mau masuk waktu isya " ...
Pada keesokan harinya suami pergi untuk tugas ke luar kota ... seperti biasa seharusnya si suami menelpon istrinya bila telah tiba dengan selamat di tempat kerjanya .
Si istri menunggu berjam2 telepon dari suaminya namun si suami tak juga menghubunginya ...pemberitahuan dengan SMS singkat pun tidak ada ...si istripun mulai cemas,
ini bukan kebiasaan suaminya ... ia berpraduga bermacam2 dan amat khawatir dengan keselamatan sang suami ... berkali2 ia mencoba menghubungi HP suaminya ... terhubung tapi tidak diangkat .
Setelah beberapa jam akhirnya si suami mengangkat HP nya ... terbata2 si istri bertanya : " suamiku apakah engkau telah tiba dengan selamat ? " ... " Ya, alhamdulillah '' jawab suami pendek ... " kapan sampainya ? " si istri bertanya lagi ...
cuek si suami menjawab ; " saya sampai kira2 4 jam yang lalu " ... dengan nada marah si istri berkata lagi : " 4 jam yang lalu dan tidak menghubungi aku ?? " ...
masih dengan nada malas si suami menjawab : " aku merasa capek sekali dan aku ketiduran sebentar " ... si istri menimpali : " berapa menit sih kalau harus menelponku ??? cuma sebentar masa ngak bisa ??? apa ngak kedengaran bunyi HP mu waktu tadi aku menghubungi berkali2 ?? " ... " ya ... aku dengar "
jawab suami ... dengan suara sedih si istri berkata ; " kok gitu sih .. apa sudah ngak sayang padaku lagi ?? " ... si suami menimpali : " aku amat sayang padamu ...
tapi kemarin mengapa engkau tidak menyahuti seruan azan ashar dan bersegera shalat, bukankah shalat itu hanya Sebentar, bagaimana nanti kalau aku ditanya Allah swt, tentang perbuatanmu itu ...
apakah engkau sudah tidak sayang padaku ? " .... di ujung HP sambil terisak si istri berkata : " engkau benar suamiku ... aku mohon maaf ... aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi " ... sejak saat itu si istri tidak pernah lagi mengakhirkan shalat bila telah tiba waktunya ....
Sungguh ... orang yang benar mencintaimu adaah orang mendorongmu ke depan untuk berjalan bersama di jalannya ALLAH ... ia akan terus menyokongmu agar engkau tidak berpaling ... ataupun undur ke belakang ...

Kamis, 21 Agustus 2014

Sepuluh Tahun Aku Membenci Suamiku

KISAH di bawah ini beredar di berbagai forum, fanpage facebook, dan blog. Entah siapa yang menuliskannya, namun satu hal yang pasti, kita bisa memetik pelajaran sangat banyak darinya. Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senan g dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya .
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas.
Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat, kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon.
Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi.
Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.
Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya.
Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama.
Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat.
Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai.
Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu.
Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikanny a, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah
karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas.
Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya.
Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya , tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikanny a atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Jumat, 08 Agustus 2014

Keuntungan dan Resiko Bisnis DropShip

Kita akan bahas Resiko Bisnis DropShip dari berbagai sisi, sebagai pemilik Bisnis DropShip, sebagai Pemasar DropShip

Pemiliki Bisnis DropShip artinya yg memiliki Produk dan memilik Stok Produk secara langsung

Pemasar DropShip artinya yg menjadi pemasar/penjual produk tanpa memiliki Stok Produk secara langsung

Kita mulai analisa dari sisi pemilik Bisnis DropShip untuk kelebihan, kekurangan dan Resiko nya

Kelebihan DropShip bagi pemilik Bisnis DropShip ada beberapa yaitu
  1. Kelebihan Pemilik DropShip dapat mengenjot penjualan produk lebih banyak kepada customer melalui pemasar yg ada
     
  2. Kelebihan Pemilik DropShip dapat menghemat biaya Marketing & Promosi produk karena pemasar yg membantu Marketing & Promosi
     
  3. Kelebihan Pemilik DropShip akan lebih terkenal Brand/merek produknya karena produk banyak terjual ke customer
     
  4. Kelebihan Pemilik DropShip mendapat market yg lebih luas karena jaringan pemasar yg banyak dibanding memasarkan sendiri produknya
     
1
Kekurangan/Resiko DropShip bagi pemilik Bisnis DropShip sendiri ada beberapa yaitu
  1. Resiko bg Pemilik DropShip Nama Baik menjadi Taruhan karena marketer bisa melakukan over klaim atas produknya
     
  2. Resiko Pemilik DropShip bergantung kepada para marketer besar karena tanpa berusaha memasarkan sudah ada penjualan
     
  3. Resiko Pemilik DropShip terlalu percaya diri kepada kualitas para marketer produknya melalui sistem DropShip

Kemudian dari sisi sebagai seorang pelaku bisnis DropShip / marketer ada beberapa keuntungan & kerugian/resiko

Keuntungan menjalankan bisnis DropShip bagi marketer adalah
  1. keuntungan DropShip Marketer dapat mulai berbisnis tanpa harus memiliki Stok Produk, artinya modal relatif kecil
     
  2. Keuntungan DropShip Marketer tidak perlu memikirkan ketersediaan stok & supplier produk
     
  3. Keuntungan DropShip Marketer tidak perlu menyediakan Gudang & rekap produk
     
  4. Keuntungan DropShip Marketer lebih bebas dalam hal waktu memasarkan karena tidak ada target
     
  5. Keuntungan DropShip Marketer yg memiliki banyak kenalan bisa menjual lebih banyak produk dgn modal kecil

Resiko menjalankan Bisnis DropShip bagi marketer adalah
  1. Resiko DropShip,Marketer mempertaruhkan nama baiknya ke customer yg membeli produk
     
  2. Resiko DropShip,Marketer tidak dapat mengontrol kualitas produk yg dikirim ke customer}
     
  3. Resiko DropShip,Marketer tidak dapat mengontrol bagaimana packaging produk yg dikirim ke customer
     
  4. Resiko DropShip,Marketer dapat over claim kualitas produk yg di pasarkan ke customer sehingga tidak seperti harapan customer
     
  5. Resiko DropShip,Marketer hanya mengandalkan Kepercayaan kepada Supplier DropShip akan produknya

itulah kelebihan dan kekurangan DropShip dari sisi Pemilik dan Pemasar sistem DropShip

Masing" memiliki kelebihan & Resiko masing" seperti 1 buah koin dgn 2 sisi yg pasti ada

Tentunya dengan disadari adanya hal" tersebut, pelaku lebih dapat mengatasi masalah yang ada dgn solusi terbaik

Sehingga yg diuntungkan adalah Pemilik Dropship & Pemasar DropShip serta customer dari bisnis tersebut tentunya

Kalau semua diuntungkan,maka roda akan terus berputar & bisnis akan terus berkembang dengan sendirinya

Kejujuran adalah Faktor yg paling besar dalam bisnis DropShip antara Pemilik dan Pemasar
Terjadi keadaaan saling membutuhkan & saling menguntungkan dalam bisnis DropShip ini, namun tidak saling mengikat

DropShip memang menarik bagi yang ingin memulai usaha dengan modal kecil & produk yg beragam di pasaran

DropShip meminimalkan resiko kerugian dan kekurangan modal bagi pemasar, cukup relasi yg banyak saja sudah bisa untung

Pemasar DropShip juga jangan terlalu rakus, karena tidak pakai modal, memasarkan produk macam" dari berbagai DropShip

Fokus saja ke 1 DropShip dulu, apabila bisa besar, jadi agen DropShip dari produk tersebut, naik kelas donk

Seiring makin banyak Klien, bisa menggunakan Staff untuk membantu mengurus Bisnis DropShip nya

Kalau sudah lancar, baru bisa memikirkan memasarkan produk dari DropShip lain atau mau buat brand sendiri

Semoga dengan pengetahuan ini, Bisnis anda bisa mulai menerapkan sistem DropShip atau bagi yang sedang mencari ide Usaha, bisa jadi DropShip merupakan pintu masuk anda ke Bisnis yang menjanjikan prospeknya di kemudian hari dan memberikan reward kepada anda sebagai pelaku bisnis DropShip.

Jangan lupa juga, gunakan Sistem Web Toko Online yang memudahkan anda melakukan manajemen Produk dan Manajemen Order, karena pasti akan meningkatkan pesanan produk anda dan harus ada sistem yang membantu secara efisien. Silakan hubungi WebstoreID untuk informasi lebih lanjut. Kami senang dapat membantu bisnis anda lebih berkembang.

Demikian sharing mengenai Resiko Bisnis DropShip , semoga bermanfaat dan menambah wawasan ya

Kamis, 03 Juli 2014

10 Sayuran Kaya Serat yang Bagus untuk Menu Sahur dan Buka Puasa

Memperhatikan sayuran atau buah-buahan yang Anda konsumsi selama sahur dan buka puasa akan membantu Anda untuk menjalani ibadah puasa dengan lebih optimal. Buah-buahan dan sayuran segar memang sangat baik untuk tubuh. Dengan kandungan airnya yang mencapai 70-80 persen, sayuran dan buah bisa meningkatkan energi sekaligus mendinginkan suhu tubuh yang tinggi akibat udara panas.

Dilansir dari theecomuslim.com, Anda perlu setidaknya memasukkan menu buah dan sayuran ke dalam menu harian Anda 2-3 kali per minggunya. Dalam satu porsi, Anda perlu buah dan sayuran sebanyak 1 atau setengah mangkuk. Berikut ini ada 10 jenis sayuran yang kaya serat dan bisa membuat tubuh Anda terasa lebih berenergi saat menjalani ibadah puasa.
  • Mentimun

    Mentimun ini kaya akan vitamin C dan B, kalsium, dan asam kafeat yang bisa menghaluskan kulit. Kandungan airnya paling banyak terdapat di bagian kulitnya.
  • Kubis

    Satu cangkir kubis mentah bisa mencukupi kebutuhan vitamin K Anda. Kubis merah memiliki kandungan anti radang. Kubis ungu atau merah memiliki kandungan vitamin C yang lebih banyak daripada kubis hijau.
  • Tomat

    Likopena yang terkandung di dalam tomat sangat bermanfaat untuk mengurangi risiko terkena stroke dan kanker. Tomat juga bisa mencegah konstipasi dan membuat fungsi hati tetap optimal. Mengonsumsi tomat bisa membuat tubuh tetap terhidrasi dengan baik.
  • Wortel

    Tak banyak orang yang percaya bahwa wortel ini sebenarnya mengandung banyak air. Wortel adalah sayuran yang memiliki warna jingga, kuning, dan hijau jadi satu yang kesemuanya adalah sumber beta karotin.
  • Daun Selada

    Daun selada kaya akan serat yang bisa membuat Anda merasa kenyang lebih lama. Karena daunnya mengandung banyak air, Anda bisa mencukupi kebutuhan cairan tubuh Anda dengan mengonsumsi sayuran ini.
  • Brokoli

    Tahukah Anda bahwa brokoli ini mengandung zat anti kanker? Brokoli juga memiliki kemampuan untuk mengurangi alergi dan bisa memenuhi kebutuhan vitamin D Anda.
  • Paprika Merah

    Sayuran ini mengandung banyak zat gizi seperti likopena, asam folat, vitamin C, vitamin B6, dan tiamina. Satu buah paprika bisa membantu menjaga organ-organ tubuh Anda dan sangat penting untuk perkembangan sel dan kesehatan mata.
  • Timun Jepang

    Timun Jepang adalah sayuran yang mengandung banyak air sekaligus mengandung kalium dan asam folat yang bisa memperbaiki DNA. Mengonsumsi timun Jepang juga bisa membantu fungsi-fungsi syaraf tubuh Anda berjalan dengan baik.
  • Seledri

    Seledri dikenal sebagai sayuran yang kaya akan eletrolit. Dua atau tiga batang sayuran seledri mengandung banyak garam mineral, vitamin, dan asam amino. Seledri juga merupakan sayuran yang cocok untuk dikonsumsi setelah olahraga berat dan meremajakan kulit serta tubuh.
  • Lobak

    Sayuran ini mengandung banyak sekali air dan sumber vitamin C yang sangat baik. Selain itu, sayuran lobak juga memiliki kandungan anti oksidan dan anti radang. Dan ternyata lobak juga kaya akan kalium yang bisa membantu mengurangi risiko terkena batu ginjal.


Konsumsi buah dan sayur yang tepat akan sangat membantu Anda untuk menjalankan ibadah puasa dengan baik. Tapi tentu saja niatkan puasa Anda sebagai ibadah dan lakukan dengan penuh kesungguhan.

Selasa, 17 Juni 2014

Kisah Indah Seorang Pengantin Muslimah

Setelah melaksanakan shalat Maghrib dia berhias, menggunakan gaun pengantin putih yang indah, mempersiapkan diri untuk pesta pernikahannya. Namun tak lama berselang dia mendengar suara azan Isya berkumandang dan dia sadar kalau wudhunya telah batal. Dia berkata pada ibunya:

“Bu, saya mau berwudhu dan shalat Isya.”

Ibunya terkejut dengan berkata: “Apa kamu sudah gila? Tamu telah menunggumu untuk melihatmu, bagaimana dengan make-up mu? Semuanya akan terbasuh oleh air.”

Lalu ibunya menambahkan: “Aku ibumu, dan ibu katakan jangan shalat sekarang! Demi Allah, jika kamu berwudhu sekarang, ibu akan marah kepadamu”

Sang anak membalas: “Demi Allah, saya tidak akan pergi dari ruangan ini, hingga saya shalat. Ibu, ibu harus tahu bahwa tidak ada kepatuhan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Pencipta!”

Ibunya pun berkata: “Apa yang akan dikatakan tamu-tamu kita tentangmu, ketika kamu tampil dalam pesta pernikahanmu tanpa make-up?? Kamu tidak akan terlihat cantik dimata mereka! dan mereka akan mengolok-olok dirimu”

Sang anak membalas dengan tersenyum: “Apakah ibu takut karena saya tidak akan terrlihat cantik di mata makhluk? Bagaimana dengan Penciptaku? Yang saya takuti adalah jika dengan sebab kehilangan shalat, saya tidak akan tampak cantik di mata-Nya”.

Setelah mengatakan itu, dia tetap berwudhu, dan seluruh make-up nya terbasuh. Tapi dia tidak merasa bermasalah dengan itu. Kemudian ia memulai shalatnya. Dan pada saat bersujud, dia tidak menyadari bahwa itu akan menjadi sujud terakhirnya. Pengantin wanita itu pun wafat dengan cara yang indah, yaitu bersujud di hadapan Pencipta-Nya. Ya, ia wafat dalam keadaan bersujud, sehingga menjadi akhir kehidupan yang luar biasa bagi seorang Muslimah yang teguh untuk mematuhi Tuhannya!

Subhanallah… Kisah di atas menunjukkan bahwa di dunia ini masih tersisa kebaikan, kebenaran dan kemuliaan. Kisah nyata yang diceritakan oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Ahmad ini terjadi di Abha, ibu kota Provinsi Asir, Arab Saudi. Banyak orang tersentuh mendengarkan kisah ini. Ia telah menjadikan Allah SWT dan ketaatan kepada-Nya sebagai prioritas pertama dan utama. Sehingga menjadi sebuah fenomena yang luarbiasa masih terjadi di tengah pola kehidupan duniawi yang terus di agungkan oleh sebagian besar manusia. Sehingga patut menjadi tolak ukur dan penyemangat diri – terutama kaum Muslimah – bahwa mengikuti perintah-Nya adalah yang terbaik sebagai manusia dan tetap indah.

Tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak takut kepada Allah SWT. Dan ketakutan yang telah di contohkan oleh pengantin wanita di atas adalah kebenaran. Inilah sikap yang akan menyelamatkan seseorang di akherat kelak. Di waktu yang penuh sesak dan tiada kesempatan untuk memperbaikinya. Sehingga mulai sekaranglah wahai saudariku tercinta engkau berbenah diri, merubah kebiasaan dan pola kehidupan yang terus menduniawi ini. Pikirkan tentang kehidupan akheratmu nanti, tentang bagaimana bisa engkau memperoleh kebaikan sementara engkau tidak berbuat baik yang sesuai ketetapan-Nya.

Benar adanya, bahwa sikap seperti pengantin wanita di atas itu sulit dan tidak sedikit yang mengabaikannya, tetapi yakinlah masih ada di antara kita yang mau melakukannya. Mereka memilih bahwa kehidupan ini harus di tempatkan pada posisi yang tepat. Pada keadaan bahwa ia hanyalah seorang hamba yang harus selalu patuh hanya kepada Tuhannya. Apapun resikonya ia tidak peduli, karena yang diinginkannya adalah mengabdi dan mencintai Tuhannya saja. Sehingga berakhirlah kehidupannya dalam keindahan. Sungguh indah dan mulia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah” (HR. Muslim)

Ya. Siapapun dari Muslimah yang menginginkan perjalanan hidupnya di akherat menjadi indah dan mudah, maka ia harus mencontoh sikap pengantin wanita di atas, karena demikianlah yang di lakukan oleh para wanita shalihah. Kaum Muslimah yang menjadi idaman bagi sosok yang shalih karena telah mengikuti jejak para Nabi. Hamba Allah yang kelak akan berdiri di belakang Fathimah Az-Zahra RA, karena menjadi penghuni Syurga selamanya.

Sabtu, 12 April 2014

Belajar Dari Lalat dan Semut (sebuah kisah motivasi)

Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta di atas sebuah tong sampah di depan sebuah rumah. Suatu ketika, anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah. Kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat.

“Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar,” katanya. Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan. Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.

Tak jauh dari tempat itu, nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan, seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, “Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa dia sekarat?” “Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini. Sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu. Namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita.”

Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi, “Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Kenapa tidak berhasil?”

Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, “Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama.” Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius, “Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini.”

Kamis, 03 April 2014

Waspada Jebakan Jilboob

Terus terang baru kemarin saya mendapati istilah plesetan jilbab terbaru – menjadi jilboob. Awalnya saya membaca ada sebuah kover buku baru yang berjudul “Jilbab Bukan Jilboob”. Saya menjadi penasaran, apa sih jilboob itu ? Betapa terkagetnya saya ketika saya mengetik di google bahwa jilboob adalah salah satu halaman Facebook yang berisi foto-foto perempuan muda, juga ibu-ibu muda yang cantik dan lumayan cantik, berderet-deret dengan mengenakan jilbab. Tapi (maaf) mereka memakai baju ketat dan celana ketat. Mulai pose biasa saja, sampai pose yang menantang dari depan, samping, bahkan ada yang dari belakang. Mungkin ada ratusan foto yang terpampang di sana. Saya tidak sempat menghitung detailnya. Dan ternyata foto-foto tersebut adalah foto curian. Bahkan mungkin yang bersangkutan tidak tahu bahwa foto-foto mereka ada di sana. Foto-foto tersebut disalahgunakan oleh admin (pemilik) akun tersebut. Setelah saya coba telusuri lebih lanjut, Fanpage facebook tersebut ternyata dipakai untuk mempromosikan situs porno dan gambar-gambar bernuansa pornografi. Naudzubillahminzalik. Coba tengok berapa banyak likers (yang menyukai) halaman tersebut, sangat mencengangkan. Hampir 25000 likers sudah memberikan jempolnya. Artinya sudah lebih dari 25 ribu orang melihat halaman tersebut. Bukan tidak mungkin saudara kita atau bahkan orang yang terdekat kita yang fotonya terpampang di sana. 

Trend yang tidak dibarengi dengan Ilmu pengetahuan 

Banyaknya toko jilbab, butik jilbab sampai toko jilbab online, memberikan banyak pilihan model untuk remaja dan para ibu dalam memadukan baju yang dipakai dengan penutup kepala tersebut. Trend ini menggembirakan, mengharukan, sekaligus mengkhawatirkan. Mengapa? Karena trend ini menjadi sebuah kebanggaan menjadi muslimah, sekaligus menyedihkan bagi kaum muslimah sendiri. Bayangkan, di saat jilbab menjadi trend, tapi tidak dibarengi dengan ilmu yang benar tentang bagaimana berjilbab yang benar. Berjilbab yang syar’I sesuai dengan tuntunan agama. Yang ada malah cemoohan dari agama lain. Ini bukan rasis , tapi memang kenyataan yang ada di sekitar kita. Banyak remaja putri, bahkan ibu-ibu muda dan setengah tua, masih juga berjilbab, tapi dengan tetap mempertotonkan lekuk tubuhnya yang aduhai . Baju ketat dengan celana panjang ketat. Bahkan yang lebih mengerikan dengan memakai warna yang persis seperti warna kulit. Miris sekali melihat pemandangan yang seperti itu. Apa artinya memakai kerudung, kalau bagian tubuh yang lain terbuka?

Kasus Pencurian Foto yang marak

Jangan salah, kejahatan memang terjadi di mana saja. Bisa di dunia nyata atau dunia maya. Bagaimana perasaan kita para perempuan, ketika anak-anak kita berpose di sebuah halaman yang menyajikan situs porno dan halaman yang berbau pornografi? Atau kita tidak sadar bahwa foto-foto kita sendiri ada di sana? Wow ! Menyenangkan hati? Atau sebaliknya mengiris nurani? Kalau kita malah bangga foto-foto kita di mana-mana dan menjadi terkenal, seharusnya otak kita perlu di periksakan ke dokter kejiwaan atau psikolog.
Kasus pencurian foto memang sedang marak, dan pelakunya gampang-gampang susah untuk di ciduk. Karena mereka (pasti) tidak memperlihatkan foto pribadi, bahkan alamat dan identitas asli. Mengapa perempuan dengan memakai jilbab sebagai sasaran? Bukankah perempuan cantik dan seksi masih banyak ? Alasan saya pribadi, justru para lelaki suka dengan perempuan yang kelihatannya malu-malu, tapi ternyata tidak malu mempertotonkan bagian tubuhnya yang lain kepada public. Dengan enjoynya berfoto dengan beberapa teman atau foto selfie dengan pose yang menantang. Itulah yang membuat orang tertarik dan penasaran dengan sosoknya. Membuat para mata-mata lelaki menjadi liar.
Lalu, apa yang selanjutnya terjadi , bisa di tebak ketika foto-foto tersebut tersebar di dunia maya. Banyak komentar-komentar yang bermunculan.. Mulai komentar biasa sampai yang luar biasa (seronok). Akankah kita rela anak-anak perempuan kita yang seharusnya kita jaga auratnya , menjadi santapan mata-mata liar di dunia maya? Menjadi magnet penarik untuk mata-mata jahat yang akan terjerumus ke lembah dosa?

Tanggungjawab Orangtua

Dunia maya memang menghanyutkan. Pemilik Akun Facebook di Indonesia naik tajam dari tahun ke tahun.Saat ini sudah menduduki peringkat ke dua dunia jumlah pengguna facebook. Lebih dari 35 juta orang memiliki akun social media tersebut. Di Inggris dan Amerika rata-rata pengguna Facebook berusia 31 tahun, namun di negara seperti India, Filipina, dan Indonesia rata-rata usia 20 tahunan. Bahkan anak-anak SD dan SMP sudah bermain facebook. Dan parahnya, banyak dari orangtua yang tidak peduli dengan mainan mereka ini yang berorientasi dengan media social, artinya berhubungan dengan orang lain (orang yang tidak di kenal sekalipun). Tidak jarang muncul kasus pencurian anak dan pemerkosaan karena facebook. Dampak-dampak tersebut sangat sulit dikendalikan. Kecuali dengan benteng dan prinsip yang kuat oleh anak-anak. Jiwa labil remaja dan anak-anak sangat rentan untuk menjadi korban penipuan. Bahkan para ibu muda juga sering menjadi korban penipuan berkedok seorang tentara bule. Apakah kasus tersebut kurang menjadi bukti kejahatan yang marak di internet?
Perhatian orangtua sangat di butuhkan dalam hal ini. Sebaiknya memang orangtua punya juga akun facebook untuk memantau segala aktivitas anak-anaknya. Bukan untuk mengomentari segala bentuk update status anaknya. Tapi hanya untuk mengikuti trend yang sedang terjadi pada anak-anak. Dan trend itu bisa menjadi satu topic diskusi yang menarik untuk orangtau dan anak. Ini positif sekali untuk saling mendekatkan hubungan antara anak dan orangtua yang gaul. Dan tentu saja akan bisa mengingatkan dengan baik segala bentuk sikap, tingkah laku , maupun penampilan anak kita yang kurang sopan dan kurang baik. Bahwa mereka berada dalam media social yang rentan penipuan dan penyalahgunaan foto. Kita berikan info yang membuat mereka lebih menghargai diri sendiri dan respect kepada orang lain . Jangan sampai anak-anak kita menjadi korban segala bentuk penyalahgunaan foto dan informasi pribadinya.

Berjilbablah yang benar 

Kerudung dan jilbab adalah alat untuk menutup aurat perempuan muslim. Apakah warna warni yang menarik dan model yang up to date akan menjamin penampilan kita sesuai agama? Sama sekali tidak menjamin. Lalu apa yang menjamin penampilan kita baik di pandang menurut manusia dan menurut agama? Tak lain adalah ilmu pengetahuan. Ilmu tentang berjilbab yang benar, sudah sering kita dengar dalam pengajian- pengajian, kita baca dalam buku-buku populer. Tapi masih saja kita melanggarnya dengan mudah dan tidak punya malu. Padahal “Malu adalah sebagian dari iman”. Tanamkan perasaan malu kepada anak-anak, ketika mereka tidak berpakaian yang sesuai dengan tuntunan agama. Perasaan malu tersebut harus di tanamkan sesuai porsinya , sesuai situasi dan kondisi yang benar. Anak-anak yang punya prinsip kuat sejak dini, akan mempunyai pegangan hingga dewasa. Terutama pergaulan yang benar dan gaya hidup mereka yang terjaga.
Semoga anak-anak kita bisa menjaga diri ketika jauh dari orangtua. Dan masih terus mempunya malu dengan memakai jilbabnya untuk meraih surgaNya. Aaminn.

Kamis, 13 Februari 2014

Ibu Aku Tidak Ingin jadi Pahlawan ..... Aku Mau Jadi Orang Yang Bertepuk Tangan Di Pinggir Jalan .... (INSPIRATION STORY)

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23. Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.

Pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Anak-anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orangpun bertepuk tangan.

Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya. Didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab:..... "Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main".

Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Diapun menjawab: “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”. Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK?

Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.

Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.
Pada suatu minggu, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya. Anak kami tidak punya keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira.

Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan, ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.

Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing. Mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI & APA ALASANNYA.

Semua teman sekelasnya menuliskan nama : ANAKKU!

Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak berteman, dan banyak lagi.

Si wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.

Saya bercanda pada anakku, “Suatu saat kamu akan jadi pahlawan”. Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba2 menjawab “Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”

“IBU, …..AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN, …. AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN.”

Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun Anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan.

Jika ia bisa sehat, jika ia bisa hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, MENGAPA ANAK2 KITA TIDAK BOLEH MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK & JUJUR…

Senin, 10 Februari 2014

Roemah Az Zahra di Jualo.com

Roemah Az Zahra di Jualo.com: Tempat pasang iklan online terbesar di Indonesia adalah di jualo.com, Roemah Az Zahra sudah jualan di sana.

Gamis Jersey Kombinasi Khimar Cerruti Lacoture
Blob?1392093556
Indonesian Rupiah 355000


Kamis, 16 Januari 2014

Dear Hijab ...

Dear Hijab
Maafkan aku dahulu menyangkamu sebagai pakaian orang dengan aliran tertentu. Aku sering menyangka, pemakaimu terlalu fanatik, berlebihan dalam beragama. Kenapa sih, ga biasa2 aja beragama, yg penting kan baik. Lagi pula memakaimu membuat wanita terlihat kuno, sama sekali tidak cantik. Kupikir waktu itu, yaa setidaknya fashionable lah dikit, biar mudah diterima semua orang. Kan banyak wanita berhijab tetap cantik jadi enak dilihatnya.

Sampai suatu hari aku melihat sebuah gambar wanita berhijab lebar, aku lalu membacanya: "Wahai nabi, katakanlah kepada istri istrimu, anak anak perempuanmu, dan istri2 orang mukmin hendaknya mereka menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yg demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu. Dan Alloh Maha Pengampun, Maha Penyayang". (QS. Al Ahzab 59)
Tapiii, jika begitu berarti perintah sholat dan puasapun merupakan perintah dizaman nabi dan boleh dimodifikasi sesuai zaman? Ah, kalau hijab kan tak apa. Aku akan berhijab tapi tetap fashionable saja, yg penting kan ibadahku yg lain sempurna. Daripada aku dipandang aneh teman2. Tak enak lah, kan lebih baik aku berusaha baik dimata manusia dan tetap baik di mata Alloh.

Hijab, adalah ketaatan yg murni untuk Alloh. Sebagaimana aku biasa sholat menggunakan mukena sebagai penutup aurat. Dan memang pakaian yg seperti mukena itulah secara tidak sadar aku sudah mengetahuinya sejak dulu. Namun aku melepasnya kembali sesudah sholat padahal menutup aurat wajib dilakukan muslimah tidak hanya saat sholat. Ya Alloh ampuni aku..

Bismillah, untuk Mu aku berhijab..
menggangguku. Aku tidak lagi berharap jadi pusat perhatian, atau mendapat pujian cantik dari manusia. Aku ingin cantik hanya untuk suamiku saja. Aku ingin cantik di mata Alloh dengan berbagai perbaikan diri dan akhlakku.

Dear Hijab,
Kamu memang tidak cantik karena fungsimu menutupi perhiasan.

Keluarga Bahagia Itu Sederhana Saja....

Nih ada tulisan bagus copas dari lapak sebelah smga bisa diamalkan.....

Keluarga mesra itu sederhana saja; Kalau suami tanpa beban dapat bilang sama isterinya, "Bu pijitin bapak dong.. pegel neh kerja seharian." Sementara sang isteri di lain waktu juga dapat dengan ringan bilang, "Pak, pijitan ibu dong, pegel neh seharian bersihin rumah…"

Keluarga rukun itu sederhana saja; Kalau suami tanpa beban dapat melihat akun FB, Twitter atau HP isterinya tanpa isteri merasa dicurigai dan isteri dengan ringan dapat melihat akun FB, Twitter atau HP suaminya tanpa suami merasa dimata-matai….

Keluarga hangat itu sederhana saja; Kalau suami dan isteri dapat ngobrol panjang lebar berduaan dengan tema apa saja, dapat diselingi joke ringan sampai bercanda hingga 'tonjok-tonjokan'….

Keluarga damai itu sederhana saja; Kalau suami dengan tulus memuji masakan isterinya yang sedap sedangkan di lain waktu dengan ringan dapat menegur makanannya yang kurang garam…. Sementara isteri tidak terlalu khawatir jika makanan yang dia sediakan membuat suaminya marah, atau bahkan dengan ringan suatu saat dia mengatakan, "Pak, hari ini ibu tidak masak, kita beli saja yak…"

Keluarga akrab itu sederhana saja; Kalau suami senang berkunjung ke rumah orang tua isteri dan isteri riang jika berkunjung ke rumah orang tua suami. Kalau suami senang membantu keluarga isterinya dan isteri dengan suka hati membantu keluarga suaminya…

Keluarga terbuka itu sederhana saja; Kalau isteri dengan mudah dapat mengetahui isi kantong dan jumlah uang yang terdapat dalam rekening suami, sedangkan suami dengan mudah mengetahui dan memenuhi kebutuhan isteri untuk keperluan diri dan urusan rumahtangganya…

Keluarga cinta ilmu itu sederhana saja, jika suami senang isterinya suka mengaji dan suka hati mengantarkannya ke pengajian walau melelahkan, sedangkan isteri tidak menggerutu jika suami pulang malam karena menghadiri pengajian atau mereka datang bersama-sama ke pengajian..

Keluarga damai itu sederhana saja; Kalau suami dapat memahami jika sewaktu-waktu sang isteri tidak dapat menunaikan kewajiban yang menjadi haknya dan isteripun mau mengerti kalau sewaktu-waktu sang suami tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan isterinya…

Keluarga akur itu sederhana saja; Jika isteri dengan mudah dapat mengetahui posisi suami dan apa yang dia kerjakan tanpa suami merasa 'dibuntuti' sedangkan isteri merasa selalu perlu izin suami jika ingin pergi tanpa merasa dikuasai...

Keluarga tenang itu sederhana saja, kalau marahnya suami kepada isteri tidak berujung sumpah serapah dan tidak melupakan kewajibannya terhadap isteri dan marahnya isteri terhadap suami tidak berujung kata-kata keji dan tidak mengabaikan kewajibanya terhadap suami.

Keluarga aktif itu sederhana saja, jika suami merasa tenang dengan lingkungan pergaulan dan aktifitas isteri di luar rumah karena sudah dia ketahui positifnya sedangkan isteri juga merasa tenang dengan lingkungan pergaulan dan akifitas suami di luar rumah karena sudah disadari kedudukan dan manfaatnya.

Ust. Abdullah Hadir, Lc

Jumat, 10 Januari 2014

Social Rights Of Women In Islam As a Wife

 
Before Discussing "Social Rights Of Women In Islam As a Wife " First We Have To Read Below , Then We Will Understand About "Social Rights Of Women In Islam As a Wife "

1. According to the Oxford Dictionary, ‘Women’s Rights are “rights that promote a position of legal and social equality of women with men’. According to the Webster’s dictionary.

‘Women’s rights claimed for women equal rights with those of men with respect to suffrage {right to vote}, property etc.

2. According to the Oxford dictionary, ‘Modernising’ means “to make modern, adapt to modern needs or habits. “Webster dictionary defines ‘Modernising’ as “to make modern, to give a new or modern character or appearance’. For example, to modernise one’s ideas. Therefore, modernising is a process of updating and opting for the betterment of the present status; modernising is not the present status itself.

3. Can we modernise ourselves in time to master our problems and realise a new and satisfying way of life for the whole human race?

I am not too concerned about the so called ‘modern’ ideas, conclusion, and categorical statements of scientists and inexperienced arm-chair experts on how life should be lived by women. I am more inclined to base my considerations and conclusions on truths which can be proven in experience. Experience and unbiased holistic factual analysis are the only sure test between the gold of truth and the glitter of theory.

Our thinking has to be checked against reality or our mental processes can lead us very much astray. Indeed the best brains of the day in earlier days believed the world to be flat.

4. If you agree with the picture portrayed by the Western media on the status and rights of women in Islam, you have no option but to believe that women’s rights in Islam are outdated.

All talk of women’s liberation in the West is actually a disguised form of exploitation of her soul.

The Western society while claiming to improve the status of women has actually degraded them to the status of concubines, mistresses and society butterflies, who are employed as mere tools at the hands of pleasure seekers and sex marketers hidden behind the colourful screen of art and culture.

5. Islam’s radical revolutionary call gave women their due status and rights in society in times of the “Days of Ignorance” more than 1,4000 years ago.

One of the objectives of Islam was and continues to be of modernising the thinking, living, seeing, hearing and feelings of women and striving for women’s upliftment and emancipation in society.
Six Important Points to be Noted

1. Muslims constitute about 5th of the population of the world. Different Muslim societies have different cultures. Some of these cultures may be close to Islam while some others may be far away from Islam.

2. Status of women in Islam should be judged according to authentic sources of the teachings of Islam on the subject and not by observing what individual Muslim do or what any Muslim society does.

3. The authentic sources are: A) The Qur’an which is the word of Almighty God. b) Authentic Hadith or Sunah (tradition) of Prophet Muhammad (Pbuh).

4. The Qur’an will never contradict itself; nor would the authentic Hadiths contradict among themselves nor would the authentic hadith contradict the Qur’an.

5. Scholars differ at time. This difference on many occasions can be removed by analysing the Qur’an as a whole and not be deriving the meaning form one single verse. In cases of ambiguity many a time the clarification is given in some other part of the Qur’an. To support one idea the scholars quote a source and ignore other sources.

6. For a dedicated Muslim, be it a male or a female, the ultimate goal is to seek the pleasure of Allah and to fulfil our duties on earth as his trustees and not a satisfy one’s own ego or to gain fame.

Islam believes in equality between men and women. Equality does not mean identicality: it means equity. Islam presents the roles of men and women as complimentary roles and not contradictory or conflicting roles; the roles of partners with a common set of goals and objectives and not roles that conflict with each other with each of them having the objective of striving for supremacy.

We shall in this publication discuss the rights of women in Islam under six major headings;
1. Spiritual
2. Economical
3. Social
4. Educational
5. Legal
6. Political.

Social Rights

Socially Islam gives women four different status:

1. As a Daughter
2. As a Wife
3. As a Mother
4. As a Sister

As a Wife :

i.a. Islam does not consider “Woman as an instrument of the devil” as considered by the Bible. But rather the Qur’an calls her “Mohsana” - a fortress against Satan, because a good woman by marrying a man helps him keep a straight path in life.

b. Prophet Muhammad (Pbuh) declared that there is no Monasticism in Islam. He further ordained, “Oh you young men - whoever is able to marry should marry for this will help him to lower his gaze and guard his modesty” (Al-Bukhari). c. It is narrated by Anas that the messenger of Allah (Pbuh) said, “when a man marries he has completed one half of his religion!”

Once during a question and answer session somebody asked me does this imply that if I marry twice I will complete my full religion? The Prophet (Pbuh) considered marriage for a Muslim as half of his religion because it shields him from promiscuity, fornication, homosexuality, etc, which add to half the evil in society.

Secondly, only after you marry do you have an opportunity to become a husband or wife, a father or a mother and thus perform your duties as either as a husband or as a wife; as a father or as a mother. Whether you marry once or twice you are yet fulfilling only half your deen.

ii. a. According to Islam marriage is a blessing and bounty on both men and women.

In Surah Al-Rum Chapter 30, Verse 21 (30:21)

“And among His signs is this, that He created for you mates from among yourselves, that ye may dwell in tranquillity with them, and He has put love and mercy between your (hearts)”.

b. In Surah Nisa Chapter 4, Verse 21 (4:21)

The Qur’an refers to marriage as a “Misaq” that is a sacred covenant or agreement between husband and wife.

iii. a. In Surah Nisa Chapter 4, Verse 19 (4: 19)

“Oh! You who believe, you are forbidden to inherit women against their will!”

b. Islamic law requires the consent of both the parties before marriage. In matters related to marriage a woman cannot be forced by anyone including her father. Parents can help and advise the daughter on marriage but cannot impose or force his will. There have been cases where Prophet Muhammad (Pbuh) had given the choice of continuing or invalidating certain marriages where the consent of the daughter was not taken (Ibn Hambal No.2469).

c. Ibn Abbas reported that a girl came to the messenger of God, Prophet Muhammad (Pbuh) and she reported that her father had forced her to marry without her consent. The Messenger of God gave her the choice (between accepting the marriage or invalidating it _Ibn Hanbal No.2469).

In another version, the girl said : “Actually I accept this marriage but I wanted to let women know that parents have no right (to force a husband on them)” (Ibn-Maja, No.1873).

iv. Woman in Islam is considered to be a home-maker and not a housewife because she is not married to the house. v. In Islam, when a woman is married to a man it is not that she is married to a master so that she should be treated like a slave but she is married to her equal and should be treated like a partner with love and dignity.

The Prophet (Pbuh) said the most perfect believers are those that are best in character and behaviour and those that are best to their families (that is to their wives) (Ibn Hambal No.7396).

vi. a. The rights of husband and wife are equal in all respects except in the aspect of leadership in the family.

In Surah Al-Baqarah Surah 2, Verse 228 (2: 2228)

“And women shall have rights similar to the rights against them, according to what is equitable but men have a degree of advantage over them.”

Here a degree higher does not mean in superiority but refers to responsibility. The Qur’an has stated in Surah Al-Nisa Chapter 4, Verse 34 (4 :34).

“Men are the protectors and maintainers of women because Allah has given one more (strength) than the other because they support them from their means.”

The Arabic word used is “Qawwam” which many a time is mistaken for superiority but is actually derived from “Iqama” meaning to “stand up for” in the same fashion as Iqama is given before prayers that is “standing up for prayers.”

Therefore men are not one degree higher in superiority or dictatorship but one degree higher in standing up for responsibility.

b. According to the commentary of Al Tabari the word ‘Qawwam’ means a degree higher in responsibility and service and not superiority. Therefore it is the duty of the man to see that he provides security and maintenance to women and this should be carried out with mutual consent.

vii. Even if there is lack of affection or liking between husband and wife this is not a justification to be unjust and not compassionate.

In Surah Al-Nisa Chapter 4, Verse 19 (4:19)

“Live with them (wives) on a footing of kindness and equity. If ye take a dislike to them it may be that ye dislike a thing Allah brings about through a great deal of good.”

viii. There is a system of divorce in Islam which is to be applied only in extreme cases where the problem between the husband and wife is too grave to be solved and the continuation of married life would be counterproductive. The method of divorce is clearly spelt out in the Qur’an in Surah -Al-Talaq in Chapter 65 and in Surah Al-Baqrah Verses 227 to 242.

According to Prophet Muhammad (Pbuh), among the permissible things in Islam, the most hated in the sight of Allah is divorce. It is as though the heavens shatter (metaphorically).

There is a great deal of misconception and myth about the system of divorce in Islam, not only among the non-Muslims but also amongst the Muslims, who think that men have the exclusive right to give divorce.

Following are the ways of dissolution of marriage in Islam.
a. By the unilateral will of the husband.
b. By the unilateral will of the wife (if the marriage contract so specifies).
c. By the judgment of a Muslim judge (Kazi). After a reasonable complaint lodged by a wife against her husband on grounds such as ill treatment, lack of support, etc., or any other legitimate and satisfactory reason.
d. ‘Khula’ where even if the husband is not at fault and if the wife does not like staying with the husband. She need not specify the reason for seeking a ‘Khula’. An incident of Khula had taken place during the time of Prophet (Pbuh) where he commanded the husband to give divorce.
e. Many westerners have the misconception that Polygamy is compulsory in Islam and that Islam ordains that all Muslim men should marry four wives.

The true fact is that monogamy is what is preferred in Islam. The Holy Qur’an is the only religious book on the face of the earth which has the following phrase in its directives to men, “marry only one”.


Conclusion :

A. As I mentioned earlier equality does not mean identicality. In Islam Women are over all equal but not identical in each and every aspect.

I would like to conclude my talk by giving an example:

In an examination, two students "A" and "B" both obtain the first rank by scoring 80 out of 100. The question paper contained 10 questions each carrying 10 marks.

In question No. 1 Student "A" obtained 9/10 and student “B” obtained 7/10.

Student "A" gets higher marks and is better off than student “B” in question No.1.

In Question No.2 Student "A" scores 7/10 and student "B" scores 9/10.

Therefore in question 2 student "B" gets higher marks and is better off than student "A".

In question 3 both "A" and "B" obtained 8/10 i.e. in Q.3. both are equal.

When you add up the grand total of all the ten questions, both obtained 80/100. Therefore both the students "A" and "B" are overall equal. In some questions "A" has higher marks than "B" and in some questions "B" has higher marks than "A", while in other questions both are equal.

To take the analogy to practical terms, Allah has made man physically stronger than woman. Suppose a robber enters your house, will you talk about women’s right and say men and women are identical and equal and hence tell your mother, wife, sister or daughter to go and fight the thief? It is but natural that your answer is "no"! Concerning physical strength, men are at an advantage as compared to women and it is their duty to tackle such problems first. If required, in some circumstances, the womenfolk too can help.

On the other hand, as I mentioned earlier, in Islam, a child gives three times more love and respect to his mother as compared to what he gives his father. Here, when it comes to children giving love and respect to their parents, women have more advantage as compared to men.

In the same fashion men and women ln Islam are over all equal, but in some aspects men have a degree of advantage (and the related responsibility) and in some aspects women have a degree of advantage (and the related responsibility), while in other aspects both are equal.

B. This, in brief high lights Women’s Rights in Islam as based on the Qur’an and Sunnah.

However, in respect to these, whether Muslim societies in different parts of the world now and in the past have behaved or misbehaved is a different story. Many Muslim societies did not give woman the complete rights because of wrong interpretations of the Qur’an and Sunnah.

Western Society has done so much harm to women that some Muslim societies have become over-cautious, and deviated from the Qur’an and Sunnah by going to the other extreme; yet others have blindly imitated, aped and followed the western society without analysing the rights given to women in Islam.

If they had analysed and understood the Qur’an and the Sunnah they would have realised that women’s rights are modern and not outdated. 

Masih belum laku? Ikuti jejak Roemah Az Zahra dan jual cepat di jualo.com

Template by:

Free Blog Templates